Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensi
diartikan sebagai:
1.
Permufakatan atau kesepakatan (terutama mengenai adat,
tradisi)
2.
Perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan.
Konvensi merupakan
kumpulan norma yang diterima secara umum. Konvensi juga merupakan pertemuan
sekelompok orang yang secara bersama-sama bertukar pikiran, pengalaman dan
informasi melalui pembicaraan terbuka, saling siap untuk mendengar dan didengar
serta mempelajari, mendiskusikan kemudian menyimpulkan topik-topik yang dibahas
dalam pertemuan dimaksud. Secara umum konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan
dan terpelihara dalam praktek serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum
yang berlaku. Dalam konteks hukum internasional sebuah konvensi dapat
berupa perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum
kebiasaan internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Sebuah
konvensi internasional dapat diberlakukan di Indonesia, setelah terlebih dahulu
melalui proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR.
Hak Cipta
adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
berdasarkan rumusan pasal 1 Undang-Undang Hak Cipta (UHC) Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa hak cipta hanya dapat dimiliki oleh pencipta atau penerima
hak disebut sebagai pemegang hak khususnya yang hanya boleh menggunakan hak
cipta dan dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang
mengganggu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh
aturan hukum.
Hak cipta
disebut juga hak ekslusif, bahwa selain pencipta, orang lain tidak berhak
atasnya kecuali atas izin dari penciptanya. Hak muncul secara otomatis setelah
sesuatu ciptaan dihasilkan. Hak cipta tidak dapat dilakukan dengan cara
penyerahan nyata karena mempunyai sifat manunggal dengan pencipta dan bersifat
tidak berwujud videnya pada penjelasan Undang-Undang Hak Cipta (UHC) pasal 4 ayat
1 di Indonesia. Sifat manunggal menyebabkan hak cipta tidak dapat digadaikan,
karena jika digadaikan berarti pencipta harus ikut beralih ke tangan kreditur.
Perlindungan
hak cipta secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau
manfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta. Karena suatu upaya untuk
mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini tentu sangat berarti jika
perlindungan itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum
yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara
internasional. Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2
konvensi yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention.
1.
Berner Convention
Salah satu hal yang paling penting dalam Konvensi Berner
adalah mengenai perlindungan yang diberikan terhadap para pencipta atau
pemegang hak. Pasal 5 (setelah direvisi di Paris tahun 1971) adalah merupakan
pasal yang terpenting. Menurut pasal ini para pencipta akan menikmati
perlindungan yang sama seperti diperoleh mereka dalam negara sendiri atau perlindungan
yang diberikan oleh konvensi ini.
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah:
karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah
dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang
terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang
diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan
pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang
diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung
dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas
dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang
dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya
terhadap warga negaranya sendiri.
Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve).
Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari
protocol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam
ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, social, atau cultural.
Keikutsertaan
suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang
menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan
nasionalnya di bidang hak cipta, yaitu:
a. Prinsip national
treatment; ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian
harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan
seorang pencipta warga negara sendiri
b. Prinsip automatic protection; pemberian
perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat
apapun (no conditional upon compliance with any formality)
c. Prinsip independence of protection; bentuk
perlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan
perlindungan hukum Negara asal pencipta
2.
Universal Copyright Convention
Merupakan suatu hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO untuk
mengakomodasikan dua aliran falsafah berkaitan dengan hak cipta yang berlaku di
kalangan masyarakat inrernasional. Di satu pihak ada sebagian angota masyarakat
internasional yang menganut civil law system, berkelompok keanggotaannya pada
Konvensi Bern, dan di pihak lain ada sebagian anggota masyarakat internasional
yang menganut common law system berkelompok pada Konvensi-Konvebsi Hak Cipta
Regional yang terutama berlaku di negara-negara Amerika Latin dan Amerika
serikat.
Untuk menjembatani dua kelompok yang berbeda sistem
pengaturan tentang hak cipta ini, PBB melalai UNESCO menciptakan suatu kompromi
yang merupakan: “A new common dinamisator convention that was intended to
establist a minimum level of international copyright relations throughout the
world, without weakening or supplanting the Bern Convention”.
Universal Copyright Convention mulai berlaku pada
tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang
tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa
secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai
kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian
salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang di
perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta
asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan,
penelitian dan ilmu pengetahuan.
Sumber:
Saidin,
S.H., M. Hum. Aspek Hukum dan Kekayaan Intelektual. Rajagrafindo. Jakarta. 1997
Lindsey
dkk, Tim, Prof., B.A., LL.B., BLitt, Ph.D. Suatu Pengantar Hak Kekayaan
Intelektual. P.T Alumni. Bandung. 2005.
http://rayitabagastya.blogspot.com/2013/06/konvensi-konvensi-internasional.html