This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 26 Desember 2013

Kebudayaan Jepang (Origami)





Origami (折り紙, dari ori yang berarti “lipat”, dan kami yang berarti “kertas” merupakan seni tradisional melipat kertas yang berkembang menjadi suatu bentuk kesenian yang modern. Origami (折り紙, dari ori yang berarti “lipat”, dan kami yang berarti “kertas” merupakan seni tradisional melipat kertas yang berkembang menjadi suatu bentuk kesenian yang modern.  

Sejarah

Origami merupakan satu kesenian melipat kertas yang dipercayai bermula semenjak kertas mula diperkenalkan pada abad pertama di Tiongkok pada tahun 105 oleh seorang Tiongkok dikasi yang bernama Ts’ai Lun.
Pembuatan kertas dari potongan kecil tumbuhan dan kain berkualitas rendah meningkatkan produksi kertas. Contoh-contoh awal origami yang berasal daripada Republik Rakyat Tiongkok adalah tongkang Tiongkok dan kotak.
Pada abad ke-6, cara pembuatan kertas kemudian dibawa ke Spanyol oleh orang-orang Arab. Pada tahun 610 di masa pemerintahan kaisar wanita Suiko (zaman Asuka), seorang biksu Buddha bernama Donchō (Dokyo) yang berasal dari Goguryeo (semenanjung Korea) datang ke Jepang memperkenalkan cara pembuatan kertas dan tinta. Kemudian seni ini berkembang mula-mula pada zaman Muromachi (1333-1568) dan kemudian pada zaman Edo (1603–1868). Karena harganya yang sangat mahal pada masa itu, penggunaannya terbatas hanya pada kegiatan-kegiatan seremonial seperti untuk Noshi. Terpisah dari itu, berkembang pula kesenian melipat kertas di Eropa, yang disebarkan dari Mesir dan Mesopotamia ke Spanyol pada abad ke-16 dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa barat. Sebuah karya origami tradisional berbentuk bangau. Untuk waktu yang lama, model-model yang dikenal hanya terbatas pada model-model tradisional seperti bangau di Jepang dan pajarita di Spanyol. Akira Yoshizawa(1911–2005) membuat inovasi dengan menciptakan model-model baru yang kemudian membawa perubahan besar dalam perkembangan origami. Beliau menciptakan sebuah sistem penggambaran sistemastis (yang disebut diagram)) untuk menunjukkan langkah-langkah pelipatan suatu model yang dapat disebarluaskan dan dipahami oleh banyak pihak. Sistem ini adalah dasar dari Sistem Yoshizawa-Randlett yang sekarang lazim digunakan untuk instruksi lipat model origami.
Origami pun menjadi populer di kalangan orang Jepang sampai sekarang terutama dengan kertas lokal Jepang yang disebut Washi. Washi (和紙, Washi?) atau Wagami adalah sejenis kertas yang dibuat dengan metode tradisional di Jepang. Dibandingkan kertas produksi mesin, serat dalam washi lebih panjang sehingga washi bisa dibuat lebih tipis, namun tahan lama, tidak cepat lusuh atau sobek. Origami merupakan kesenian tradisional dari Jepang.
Produksi washi sering tidak dapat memenuhi permintaan konsumen sehingga berharga mahal. Di Jepang, washi digunakan dalam berbagai jenis benda kerajinan dan seni seperti Origami, Shodō dan Ukiyo-e. Washi juga digunakan sebagai hiasan dalam agama Shinto, bahan pembuatan patung Buddha, bahan mebel, alas sashimi dalam kemasan, bahan perlengkapan tidur, bahan pakaian seperti kimono, serta bahan interior rumah dan pelapis pintu dorong.

Perkembangan Origami di Jepang

Para Sejarahwan umumnya menyatakan origami  berasal dari negeri asal kertas, yakni Cina. Namun perkembangan origami hingga menjadi bentuk seni seperti saat ini memang berawal di Jepang.  Semula origami dipraktekkan oleh kaum bangsawan dan agamawan di Jepang untuk membuat hiasan dekorasi bagi upacara tradisional dan keagamaan. Dengan seiring waktu origami semakin populer hingga menjadi kesenian rakyat Jepang
Perkembangan origami modern dipelopori oleh Akira Yoshizawa dari Jepang pada  tahun 1950’an. Akira mempelopori origami modern dengan membuat origami dengan mengambil berbagai model realistik dari binatang, benda atau bentuk-bentuk dekoratif. Model origami ini sama sekali berbeda dengan origami tradisonal Jepang yang telah dikenal sebelumnya. Ribuan model origami telah berhasil dibuat oleh Akira.
Selain mempelopori berbagai model baru, Akira juga memberi sumbangan besar bagi perkembangan origami dengan memperkenalkan Teknik lipatan basah dan diagram “Yoshizawa-Randlett”. Lipatan basah merupakan teknik baru dalam melipat kertas dengan cara membasahi kertas lebih dulu agar lentur sehingga mudah dibentuk. Sedangkan diagram “Yoshizawa-Randlett” merupakan diagram tentang cara penulisan instruksi cara pembuatan model origami dengan menggunakan simbol-simbol seperti panah dan garis. Diagram “Yoshizawa-Randlett” memudahkan kalangan penggemar origami di seluruh dunia dalam memahami instruksi cara pembuatan origami, sehingga sekarang telah diterima dan digunakan di seluruh dunia sebagai diagram baku dalam penulisan instruksi cara pembuatan model origami.

Jenis-jenis Origami
Mengenai masalah jenis origami, origami dikenal memiliki dua jenis model yaitu model tradisional dan model orisinal atau dapat disebut juga dengan model modern. Model tradisional merupakan model yang umum/populer dan biasanya tidak dikenal lagi siapa yang mendesain pertama kalinya. Meski jumlahnya banyak sekali,biasanya model tradisional ini merupakan bentuk-bentuk lama. Sementara model orisinal merupakan karya-karya kontemporer buatan masing-masing para pelipat kertas dan dicantumkan namanya sebagai hak cipta mereka.
Untuk model atau bentuk tradisional, model yang sangat melekat dan terkenal bagi masyarakat Jepang, antara lain:
 
a. Tsuru (burung bangau)
Burung bangau memiliki sifat yang kuat, manis, cantik, dan mempunyai suara  yang istimewa sehingga orang Jepang sangat menghargai arti pentingnya burung bangau ini. Oleh karena itu, bentuk tsuru atau burung bangau merupakan bentuk origami paling tradisional dan paling indah dan berkembang menjadi subjek favorit dari origami.
Menurut Meghan Krane dalam Wijaya (skripsi 2010:4-5) bentuk burung bangau  pun dipilih sebagai subjek kebudayaan Jepang yang sangat berharga. Ada bermacam-macam versi bahwa burung bangau mempunyai arti dapat membawakan kehormatan, kesetiaan yang abadi, bahkan ada yang mengartikan bahwa pasangan pengantin akan selalu abadi tanpa berpisah. Simbol burung bangau ini banyak digunakan orang Jepang sebagai bahan lambing dan merupakan tema pada seni kerja yang terkenal. Oleh karena burung bangau disebut sebagai burung keagungan atau burung kemuliaan, dimana dapat dijadikan teman dalam kehidupan dan akan sangat setia pada pendamping hidupnya.
Menurut legenda yang ada di Jepang, mengatakan bahwa barang siapa yang melipat 1000 bangau kertas (senbazuru) maka harapannya akan terpenuhi/dikabulkan, ataupun dapat menyembuhkan penyakit.

b. Katashiro
Bentuk katashiro ini telah dipergunakan pada masa kuno dalam upacara-upacara  Shinto di Kuil Ise. Katashiro adalah representasi simbolik seorang dewa yang terbuat dari guntingan kertas khusus yang disebut jingo yoshi (kertas kuil). Bekas-bekas katashiro masih dapat dilihat dalam guntingan berbentuk manusia yang kini dipergunakan dalam berbagai upacara penyucian dan dalam guntingan berbentuk boneka yang dipamerkan dalam festival boneka di bulan Maret.
Sedangkan untuk model/bentuk modern, perkembangan origami modern dipelopori oleh Akira Yoshizawa pada tahun 1950-an. Akira mempelopori origami modern dengan membuat origami dengan mengambil berbagai model realistik dari binatang, benda atau bentuk-bentuk dekoratif. Model origami ini berbeda dengan origami tradisional Jepang yang telah ada sebelumnya Berbagai jenis bahan baik kertas atau material lembaran dipergunakan dan origami modern tidak sekedar melipat tetapi juga melibatkan teknik menggunting, merekatkan atau menjepit kertas.

Jenis-jenis origami modern yang ada saat ini, antara lain:

a. Origami Pureland
Gaya pureland dikembangkan oleh John Smith dengan tujuan memudahkan para pemula dalam membuat suatu model origami. Pada origami, gaya pureland terdapat persyaratan unik bahwa dalam setiap langkah hanya dibolehkan sekali melipat. Maka,  lipatan yang digunakan hanyalah lipatan gunung dan lipatan lembah.

b. Origami Modular

Pada origami modular, dari setiap lembar kertas dibentuk menjadi sebuah modul.  Seluruh modul selanjutnya disatukan dengan cara direkatkan atau dijepit menjadi suatu bentuk model tertentu, seperti binatang, bangunan atau bunga.

c. Origami Teknis

Berbeda dengan gaya origami lainnya yang banyak didasarkan pada cara coba-coba melipat agar menghasilkan suatu bentuk tertentu,  pembuatan origami teknis (origami sekkei) diawali dengan mengkaji secara matematis bentuk-bentuk bidang yang diperlukan dari model yang akan dibuat lalu membuat pola dari jejak lipatan yang harus dibuat pada kertas.


Bahan dan Alat untuk Membuat Origami

Jenis-jenis kertas yang biasa digunakan untuk membuat origami pada saat ini antara lain:

  1. Kami adalah kertas berbentuk bujur sangkar ukuran 2,5 cm hingga 25 cm, dengan satu sisi berwarna dan sisi lainnya berwarna putih. Sisi yang berwarna ada yang berwarna gradasi, dua warna atau bermotif. Kami menyerupai kertas marmer yang kita kenal.
  2. Washi adalah kertas tradisional yang umum digunakan untuk membuat origami di Jepang. Kertas washi lebih tebal dan kuat dari kertas biasa, sangat menarik serta sangat mahal Kertas washi ini aslinya dipakai untuk pembatas ruang rumah tradisional di Jepang. Dimana menurut sejarahnya, sejak dahulu orang Jepang mempelajari cara untuk menggunakan serat kulit kayu dari semak belukar seperti kozo dan gampi untuk membuat kertas yang tipis tetapi kuat. Kertas tersebut digunakan di rumah-rumah untuk pintu geser fusuma dan pembatas byobu. Selembar kertas yang kuat diperlukan untuk hal ini, sehingga pabrik-pabrik mengembangkan teknik untuk menempatkan serat-serat tersebut dalam sejumlah lapisan. Kertas ini nantinya dapat digunakan untuk menutupi ruang-ruang kosong pada pintu geser shoji, yang memberikan kadar privasi tetapi sinar masih dapat menembusnya. Lentera chochin dan lampu andon, yang banyak digunakan dari akhir abad ke-12 sampai abad ke-17 dan setelahnya, juga membiarkan sedikit sinar melewati kertas. Lentera chochin yang dapat dilipat membutuhkan kertas yang cukup kuat untuk menahan pengulangan proses melipat dan membuka lipatan setiap kali lampu ini disimpan, kemudian digunakan lagi nantinya. Jenis kertas tersebut merupakan kertas washi, yang kemudian dianggap cocok juga untuk origami. Kertas washi juga merupakan bahan uang kertas sehingga uang kertas Yen sangat kuat dan tidak mudah lusuh.
  3. Kertas printer atau kertas fotokopi biasa, berat 70 – 90 gram. Umumnya digunakan untuk latihan membuat origami. Karena selain mudah didapat, harganya pun murah.
Kertas berlapis foil, memiliki warna mengkilap dari lapisan aluminium tipis di satu sisinya. Umumnya digunakan untuk membuat origami bagi keperluan dekorasi. Sejalan dengan perkembangan zaman, bahan yang digunakan untuk origami tidak hanya kertas. Jenis material lembaran seperti seng atau aluminium juga digunakan untuk origami dengan tujuan tertentu. Walaupun demikian, kertas tetap merupakan bahan yang umum digunakan. Pada awalnya, origami tidak memerlukan alat apapun, karena hanya diperlukan keterampilan dalam melipat. Namun, pada beberapa gaya origami modern diperlukan beberapa alat dan bahan tambahan seperti gunting, perekat, cat warna dan klip kertas.

Referensi :
http://nikicrystall.wordpress.com/mengenal-seni-melipat-kertas-jepang-atau-origami-kajian-dalam-perspektif-budaya/

Sabtu, 21 Desember 2013

Kebudayaan Tari Jaipong Jawa Barat




Sejarah

            Tari ini diciptakan oleh seorang seniman asal Bandung yaitu Gugum Gumbira, sekitar tahun 1960-an,
dengan tujuan untuk menciptakan suatu jenis musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi masyarakat Indonesia. Jaipongan dikembangkan berdasarkan seni masyarakat yang sudah ada seperti ketuk tilu, kliningsn, ronggeng.
            Perhatian Gugum Gumbira pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah ketuk tilu yang menjadikannya mengetahui & mengenal betul perbendaharaan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada kliningan/bajidoran atau ketuk tilu.
            Tari jaipong mulai dikenal dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tari jaipong pada awalnya disebut ketik tilu perkembangan yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari ketuk tilu tarian ini masih sangat kental dengan warna ibing ketuk tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi popular dengan sebutan Tari Jaipong Jawa Barat.
            Perkembangan selanjutnya tari jaipong terjadi pada tahun 1980-1990-an, dimana Guum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti toka-toka, sentra sari, sonteng, pecug, kuntul mangut, iring-iring daun puring, rawayan, dan tari kawung anten.
           
Gerakan Jaipong
Jaipong memiliki dua kategori dalam gerakannya:

  1. Ibing Pola (Tarian Berpola)
    Tarian ini biasanya dilakukan secara rampak (berkelompok) dikoreografi, disajikan dalam panggung untuk kebutuhan tontonan saja.
  1. Ibing Saka (Tarian Acak)
    Penyajian jenis ini populer di kawasan Subang dan Karawang, disebut juga sebagai Bajidor. Bajidor sendiri sering diasosiasikan sebagai akronim Barisan Jelama Boraka (Barisan Orang-orang Durhaka). Tarian ini lebih merakyat karena, posisi penonton sejajar dengan penari. Dan penonton bisa ikut menari.

Pola Jaipong
Rangkaian gerak tari jaipong dapat dibedakan menjadi empat bagian:

  1. Bukaan, merupakan gerakan pembuka,
  2. Pencugan, merupakan bagian kumpulan gerakan-gerakan,
  3. Ngala, bisa juga disebut titik merupakan pemberhentian dari rangkaian tarian, dan
  4. Mincit, merupakan perpindahan atau peralihan.

Gerakan dasar tarian ini sering disebut 3G akronim dari Geol (gerakan pinggul memutar), Gitek (gerakan pinggul menghentak dan mengayun), Goyang (gerakan ayunan pinggul tanpa hentakkan).  Dewasa ini tari jaipong boleh disebut sebagai salah satu identitas Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting  di Jawa Barat. Tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat biasa disambut dengan pertunjukan tari jaipong. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara.

Referensi : 
 

Sabtu, 14 Desember 2013

Kebudayaan Upacara Yadnya Kasada (Kasodo) Masyarakat Tengger



Tak berhentinya mengagumi keindahan alam gunung bromo yang begitu megah dengan ketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut dan  kawahnya yang masih aktif mengepulkan asap putih dengan bau belerang yang khas, selain itu dengan keberadaan suku tengger yang tinggal di kaki gunung bromo, memiliki daya tarik tersendiri dengan ciri khasnya mengenakan sarung dengan topi kupluknya.  


Pada tahun 1990 suku tengger tercatat berjumlah 50 ribu yang tinggal dilereng gunung Semeru dan disekitar kaldera. Mereka sangat dihormati oleh penduduk sekitar karena mereka sangat memegang teguh budaya mereka dengan hidup jujur dan tidak iri hati. Konon Suku tengger merupakan keturunan Roro Anteng (putri Raja Majapahit) dan Joko Seger (putera Brahmana). Bahasa daerah yang mereka gunakan sehari hari adalah bahasa jawa kuno. Mereka tidak memiliki kasta bahasa, sangat berbeda dengan Bahasa jawa yang dipakai umumnya yang mempunyai tingkatan bahasa.
Masyarakat Tengger dianggap sebagai abdi kerajaan Majapahit, konon wilayah yang mereka huni merupakan tempat yang suci. Mayoritas masyarakat tengger beragama hindu dan setahun sekali mereka mengadakan upacara yadnya Kasada (Kasodo). Upacara ini berlokasi di sebuah Pura Luhur Poten yang berada di bawah kaki gunung bromo dan dilanjutkan ke puncak Gunung Bromo. Upacara ini dilakukan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama di bulan Kasodo menurut penanggalan jawa.
Asal mula upacara Kasada terjadi beberapa abad yang lalu. Pada masa pemerintahan Dinasti Brawijaya dari Kerajaan Majapahit. Sang permaisuri dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Roro Anteng, setelah menjelang dewasa sang putri mendapat pasangan seorang pemuda dari Kasta Brahma bernama Joko Seger.
Setelah menikah pasangan Roro Anteng dan Joko Seger mendiami dan menjadi penguasa kawasan pegunungan tengger, dari waktu kewaktu kehidupan masyarakat tengger hidup dengan damai dan makmur, tapi tidak dengan yang dialami oleh sang penguasa, karena sudah sekian lama kedua pasangan tersebut tidak di karuniai sorang putra. Beranjak dari itu Joko Seger memutuskan untuk bersemedi di kawah gunung bromo untuk memohon dikaruniai anak. Setelah beberapa lama bersemedi terdengarlah suara gaib yang intinya permohonan mereka akan terkabulkan tapi dengan syarat setelah mendapatkan keturunan kelak, anak bungsunya harus di korbankan ke kawah gunung bromo, pasangan Roro Anteng dan Joko Seger pun menyanggupinya. Setelah mendapatkan 25 orang putra dan putri pasangan Roro Anteng dan Joko Seger mengingkari janji untuk mengorbankan putra bungsunya, yang mengakibatkan sang Dewa murka dan malapetaka pun terjadi, gunung bromo pun menyemburkan api dan menjilat putra bungsunya, Kusuma masuk ke kawah gunung bromo, bersamaan dengan lenyapnya Kusuma terdengarlah suara gaib Kusuma yang mengatakan dirinya ikhlas dijadikan korban dan meminta para saudaranya untuk hidup damai dan tenteram, serta mengingatkan untuk mempersembahkan sesajen kepada Sang Hyang Widi setiap bulan Kasada pada hari ke-14 di kawah Gunung Bromo.
Berdasar dari legenda ini, masyarakat tengger melakukan upacara kasada secara turun temurun yang diadakan di Pura Luhur Poten dan kawah gunung bromo.
Upacara Yadnya Kasada
Pada malam ke-14 bulan Kasada Masyarakat Tengger penganut Agama Hindu (Budha Mahayana menurut Parisada Hindu Jawa Timur) berbondong-bondong menuju puncak gunung bromo, dengan membawa ongkek yang berisi sesaji dari berbagai hasil pertanian, ternak, lalu dilemparkan ke kawah gunung bromo sebagai sesaji kepada Dewa Bromo yang dipercayainya bersemayam di Gunung Bromo. Upacara korban ini memohon agar masyarakat Tengger mendapatkan berkah dan diberi keselamatan oleh Sang Hyang Widi.


Upacara Kasada diawali dengan pengukuhan sesepuh Tengger dan pementasan sendratari Roro Anteng Joko Seger di panggung terbuka Desa Ngadisari. Kemudian tepat pada pukul 24.00 dini hari diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan umat di Pura Luhur Poten Gunung Bromo. Dukun bagi masyarakat Tengger merupakan pemimpin umat dalam bidang keagamaan, yang biasanya memimpin upacara-upacara ritual.
Setelah upacara selesai sekitar pukul 04.00 masyarakat tengger mulai bersiap untuk membawa ongkek/wadah yang berisi sesaji untuk dibawa ke kawah gunung bromo. Pukul 05.00 tepat masyarakat pembawa ongkek mulai menaiki tangga menuju puncak gunung bromo. Ongkek yang berisi sesaji tersebut mulai dilemparkan ke dalam kawah sebagai simbol rasa terima kasih mereka terhadap sang Hyang Widi atas ternak dan pertania yang berlimpah. Sesaji tersebut berupa buah-buahan, hasil pertanian serta hasil ternak.
Pemandangan yang tak kalah menarik terdapatnya orang-orang didalam kawah dengan membentangkan kain dengan harapan mendapatkan sesaji yang dilemparkan penduduk. 

Referansi :

Senin, 02 Desember 2013

Kebudayaan Angklung






Angklung adalah alat musik bambu yang dimainkan dengan cara digetarkan. Suara yang dihasilkan adalah efek dari benturan tabung-tabung bambu yang menyusun instrumen tersebut. Instrumen ini digolongkan ke dalam jenis idiofon atau alat music yang sumber bunyinya berasal dari bahan dasarnya. Angklung umumnya dikenal berasal dari daerah Jawa Barat. Sejak November 2010, UNESCO menetapkannya sebagai salah satu warisan kebudayaan dunia, dengan kategori Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity.

Etimologi
Kata angklung konon berasal dari Bahasa Sunda (angkleung-angkleungan), yang menggambarkan gerak tubuh para pemain Angklung yang berayun-ayun seiring irama yang dibunyikan. Namun, ada juga yang meyakini kata angklung berasal dari  klung, tiruan bunyi instrumen bambu tersebut. Sementara satu teori lainnya menyebutkan, kata “angklung” berasal dari Bahasa Bali, yakni angka dan lung. Angka berarti nada, sedangkan lung berarti  patah , atau dengan kata lain, angklung bermakna nada yang tidak lengkap.

Sejarah Angklung
Di era Hindu, pada era Kerajaan Sunda, Angklung menjadi instrumen penting dalam berbagai perayaan, terutama yang berkenaan dengan ritus bercocok-tanam, khususnya padi. Di lingkungan Kerajaan Sunda, tercatat sejak abad ke-7, Angklung dimainkan sebagai bentuk pemujaan terhadap Dewi Sri (dewi padi/dewi kesuburan), agar Dia melimpahkan berkahnya atas tanaman dan kehidupan masyarakat. Tidak hanya sebagai media penyembahan terhadap dewa-dewi, pada zaman Kerajaan Sunda, Angklung juga merupakan alat musik yang dimainkan sebagai pemacu semangat dalam peperangan, termasuk dalam Perang Bubat, sebagaimana yang diceritakan dalam Kidung Sunda.
Hari ini, Angklung Gubrag merupakan instrument Angklung tertua yang masih terawat. Angklung tersebut dibuat pada abad ke-17 di Jasinga, Bogor. Angklung kuno lainnya yang juga masih bisa dilacak keberadaannya terdapat di Museum Sri Baduga, Bandung. Sementara itu, tradisi Angklung yang paling lawas bisa didapati di lingkungan masyarakat Kanekes (Baduy), tepatnya di daerah Lebak, Banten. Hingga hari ini, mereka masih memfungsikan angklung sebagai mana yang diwariskan para leluhurnya, yakni mengiringi ritus bercocok-tanam.
Pada 1938, Daeng Soetigna, warga Bandung, menciptakan angklung dengan tangga nada diatonis. Angklung inovasi Daeng Sutigna tersebut berbeda dengan angklung pada umumnya yang berdasarkan tangga nada trradisional pelog atau salendro. Inovasi inilah yang kemudian membuat Angklung dengan leluasa bisa dimainkan harmonis bersama alat-alat musik Barat, bahkan bisa disajikan dalam bentuk orkestra. Sejak saat itu, Angklung semakin menuai popularitas, hingga akhirnya PBB, melalui UNESCO, pada 18 November 2012, mengakuinya sebagai sebuah warisan dunia yang harus dilestarikan. Setelah Daeng Soetigna, salah seorang muridnya, Udjo Ngalagena, meneruskan usaha Sang Guru mempopulerkan Angklung temuannya, dengan jalan mendirikan “Saung Angklung” di daerah Bandung. Hingga hari ini, tempat yang kemudian dikenal sebagai “Saung Angklung Udjo” tersebut masih menjadi pusat kreativitas yang berkenaan dengan Angklung

Jenis-jenis Angklung

Angklung Kanekes
Angklung Kanekes adalah Angklung yang dimainkan oleh masyarakat Kanekes (Baduy), di daerah Banten. Sebagaimana disinggung sebelumnya, tradisi Angklung yang ada pada masyarakat Kanekes ini terbilang kuno, dan tetap dilestarikan sebagaimana fungsi yang dicontohkan leluhur mereka, yakni mengiringi ritus bercocok-tanam (padi). Pada masyarakat  Kanekes, yang terbagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok Baduy Luar (Kajeroan) dan kelompok Baduy (Luar Kaluaran), yang berhak membuat Angklung hanyalah warga Baduy Jero, itu pun tidak semua orang, melainkan hanya mereka yang menjadi keturunan para pembuat Angklung. Sementara itu, warga Baduy Luar tidak membuat Angklung, melainkan cukup membelinya dari warga Baduy Jero. Nama-nama Angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel.

Angklung Dogdog Lojor
Kesenian Dogdog Lojor terdapat di lingkungan masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, yang mendiami sekitar Gunung Halimun, yang berbatasan dengan wilayah Jakarta, Bogor, dan Lebak. Istilah Dogdog Lojor sendiri sejatinya diambil dari nama salah satu instrumen dalam tradisi ini, yakni Dogdog Lojor. Namun demikian, Angklung juga mendapatkan porsi yang tidak kalah penting di sini, terutama dalam fungsi tradisinya, yakni sebagai pengiring ritus bercocok-tanam. Setelah masyarakat di sana menganut Islam, dalam perkembangannya, kesenian tersebut juga digunakan untuk mengiringi khitanan dan perkawinan. Dalam kesenian Dogdog Lojor, terdapat 2 intrumen Dogdog Lojor dan 4 instrumen angklung besar.

Angklung Badeng
Badeng merupakan kesenian yang menggunakan Angklung sebagai instrument utamanya. Kesenian Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Seiring dengan perkembangan Islam, Kesenian Badeng juga digunakan untuk kepentingan dakwah dan juga hiburan. Namun demikian, diyakini Angklung dalam kesenian Badeng juga memiliki akar tradisi yang sama, yakni sebagai pengiring ritus bercocok-tanam. Dalam kesenian Badeng, dimainkan 9 buah Angklung, yakni 2 angklung roel, 1 angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau gembyung, serta 1 kecrek.


Selain tiga tradisi kesenian Angklung di atas, banyak daerah lain di Jawa Barat yang juga mewarisi tradisi Angklung, sebut saja Angklung Buncis (Priangan/Bandung), Angklung Badud (Priangan Timur/Ciamis), dan Angklung Bungko (Indramayu).

Angklung Padaeng
Angklung Padaeng adalah Angklung yang sekarang banyak dikenal luas, yakni Angklung hasil inovasi Daeng Soetigna, yang menggunakan tangga nada diatonis. Sejalan dengan teori musik, Angklung Padaeng secara khusus dikelompokan ke dalam dua, yakni: angklung melodi dan angklung akompanimen. Angklung melodi adalah yang secara spesifik terdiri dari dua tabung suara dengan beda nada 1 oktaf. Pada satu unit angklung, umumnya terdapat 31 angklung melodi kecil dan 11 angklung melodi besar. Sementara itu, angklung akompanimen adalah angklung yang digunakan sebagai pengiring untuk memainkan nada-nada harmoni. Tabung suaranya terdiri dari 3 sampai 4, sesuai dengan akor diatonis. Setelah inovasi Daeng Soetigna, pembaruan-pembaruan lainnya terhadap angklung terus berkembang. Beberapa di antaranya adalah: Angklung Sarinande, Arumba, Angklung Toel, dan Angklung Sri Murni.


Referensi:

Laporan Ilmiah (dengan contoh)



1.      Pengertian Laporan
Laporan ialah karya tulis ilmiah yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang behubungan secara struktural atau kedinasan setelah melaksanakan tugas yang diberika. Laporan dibuat sebagi bukti pertanggungjawaban bawahan/petugas aatau tim/panitia kepada atasannya atas pelaksanaan tugas yang diberikan. Laporan harus memuat data yang tepat dan benar serta objektif dan sistematis sehingga dapat dijadikan ukuran untuk membuat pertimbangan dan keputusan. Berdasarkan sifat penyajiannya, laporan dibedakan menjadi laporan formal dan laporan informal.
2.      Ciri-ciri Laporan Ilmiah
a.       Penggunaan bahasa yang ilmiah (baku). 
b.      Dalam penulisan laporan hanya menerima tulisan dengan jenis perintah bukan tanya.
c.       Laporan disertakan dengan identifikasi masalah
d.      Data yang lengkap sebagai pendukung laporan
e.       Adanya kesimpulan dan saran
f.        Laporan dibuat menarik dan juga interaktif
3.      Jenis-Jenis Laporan
a.       Laporan Lengkap (Monograf)
a.       Menjelaskan proses penelitian secara menyeluruh.
b.     Teknik penyajian sesuai dengan aturan (kesepakatan) golongan profesi dalam bidang ilmu yang bersangkutan.
c.       Menjelaskan hal-hal yang sebenarnya yang terjadi pada setiap tingkat analisis.
d.  Menjelaskan (juga) kegagalan yang dialami,di samping keberhasilan yang dicapai.
e.       Organisasi laporan harus disusun secara sistamatis (misalnya :judul bab,subbab dan seterusnya,haruslah padat dan jelas).
b.      Artikel Ilmiah
a.       Artikel ilmiah biasanya merupakan perasan dari laporan lengkap.
b.  Isi artikel ilmiah harus difokuskan kepada masalah penelitian tunggal yang obyektif.
c.  Artikel ilmiah merupakan pemantapan informasi tentang materi-materi yang terdapat dalam laporan lengkap.
c.       Laporan Ringkas
Laporan ringkas adalah penulisan kembali isi laporan atau artikel dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti dengan bahasa yang tidak terlalu teknis (untuk konsumsi masyarakat umum).
4.      Syarat Laporan Ilmiah
Suatu karya dapat dikatakan ilmiah jika memenuhi syarat sebagai berikut :
a.       Penulisannya berdasarkan hasil penelitian, disertai pemecahannya
b.      Pembahasan masalah yang dikemukakan harus obyektif sesuai realita/ fakta
c.       Tulisan harus lengkap dan jelas sesuai dengan kaidah bahasa, Pedoman Umum
d. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD), serta Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI)
e.       Tulisan disusun dengan metode tertentu
f.        Tulisan disusun menurut sistem tertentu
g.    Bahasanya harus lengkap, terperinci, teratur, ringkas, tepat, dan cermat sehingga tidak terbuka kemungkinan adanya ambiguitas, ketaksaan, maupun kerancuan.
5.      Fungsi Laporan
a.  Laporan penelitian mengkomunikasikan kepada pembaca seperangkat data dan ide spesifik. Ide spesifik. Spesifik tersebut disampaikan secara jelas dan cukup rinci agar dapat dievaluasi.
b.      Laporan Ilmiah harus dilihat sebagai sumbangan dalam khasanah ilmu pengetahuan.
c.  Laporan Ilmiah harus berfungsi sebagai stimulator dan mengarahkan pada penelitian selanjutnya.



Referensi :





Berikut contoh laporan ilmiah :



Laporan Ilmiah Biologi
Pengukuran Pertumbuhan Kecambah








Anggota Kelompok :

Dzurotun Napisah
Mia Pengestika
Novita dwi Pangesti







XII IPA 3

SMA YAPEMRI DEPOK
2012 -2013



BAB I
PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang saling berhubungan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pekembangan tumbuhan. Faktor-faktor tersebut dikelompokan menjadi 2, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal  merupakan faktor yang meliputi faktor genetis (hereditas) dan factor fisiologis, sedangkan faktor eksternal atau faktor lingkungan merupakan faktor yang berasal dari luar tubuh tumbuhan tersebut yaitu dari lingkungan atau ekosistem. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan adalah cahaya.                                         
Cahaya yang dibutuhkan tumbuhan tidak selalu sama pada setiap tanaman. Ada jenis-jenis tumbuhan yang memerlukan cahaya penuh dan ada pula yang memerlukan remang-remang untuk pertumbuhannya. Banyak sekali teori yang menjelaskan tentang pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan tumbuhan. Namun teori tersebut belum sepenuhnya dapat dipelajari jika kita belum mengetahui kebenarannya pada lingkungan kita. Selain itu, masing banyak siswa dan siswi yang belum dapat menjelaskan pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
Untukitu, penulis mengadakan penelitian  untuk lebih mengetahui dan membuktikan kebenaran teori tersebut. Dengan berlandaskan teori tersebut, didalam penelitian ini, penulis akan mengamati pertumbuhan dan perkembangan biji kacang hijau.

1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari latar belakang adalah:
1.2.1        Adakah pengaruh cahaya pada pertumbuhan 7 perkembanngan kacang hijau?
1.2.2        Bagaimanakah pengaruh cahaya pada perkembangan & pertumbuhan kacang hijau?

1.3  Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1.3.1        Untuk menegetahui dampak apa saja yang ditimbulkan tanaman kacang hijau dengan pemberian cayaha yang berbeda-beda.
1.3.2        untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan pada kacang hijau.

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Manfaat bagi penulis
Untuk memberikan pengalaman dan pengetahuan bagi penulis tentang bagaimana cahaya mempengaruhi pertumbuhan & perkembangan tumbuhan.
1.4.2        Manfaat bagi pembaca
Memberikan informasi krepada pembaca tentang pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan & perkembangan kacang hijau, dengan cara diletakan di tempat yang berbeda.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



2.1  Dasar Teori
Pengertian Pertumbuhan & Perkembangan
Pertumbuhan adalah proses bertambahnya ukuran (diantarnya volume, massa, dan tinggi) serta jumlah sel secara irreversible (tidak dapat kembali ke bentuk semula). Pertumbuhan bersifat kuantitatif (dapat diukur) menggunakan auksanometer. Pertumbuhan terjadi karena pertambahan jumlah sel dan pembesaran sel. Proses ini terjadi akibat pembelahan mitosis pada jaringan bersifat meristematik. Contoh, pertambahan tinggi batang dan jumlah daun.
            Tumbuhnya tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1.      Faktor Internal
a.       Hormon
b.      Gen
2.      Faktor Eksternal
a.       air
b.      suhu
c.       cahaya
d.      oksigen
e.       kelembapan

Perkembangan adalah proses terspesialisasi sel menuju ke bentuk dan fungsi tertentu yang mengarah ke tingkat kedewasaan yang bersifat kualitatif (tidak dapat dihitung) dan irreversible. Contoh, munculnya bunga sebagai alat perkembangbiakan.
           
            Tahapan Pertumbuhan
Pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman diawali dengan perkecambahan biji. Perkecambahan adalah munculnya plantula (tanaman kecil dari dalam biji) karena pertumbuhan embrio di dalam biji menjadi tanaman baru. Embrio terdiri dari akar lembaga (calon akar = radikula), daun lembaga (kotiledon) dan batang lembaga (kaulikulus).
A       Struktur Biji
Pada biji tanaman dikotil maupun monokotil: Epikotil (bagian atas kotiledon) di ujung epikotil terdapat Plumula (ujung batang & calon daun) merupakan poros embrio yang tumbuh ke atas yang selanjutnya akan tumbuh menjadi daun pertama, sedangkan Hipokotil (bagian bawah kotiledon) di ujungnya terdpat  radikula (calon  akar) adalah poros embrio yang tumbuh ke bawah dan akan menjadi akar primer.
Pada tanaman monokotil, misalnya jagung, kotiledon mengalami modifikasi menjadi skutelum dan koleoptil. Skutelum berfungsi sebagai alat penyerap makanan yang terdapat di dalam endosperma, sedangkan koleoptil berfungsi melindungi plumula. Selain itu, pada jagung juga terdapat koleoriza yang berfungsi melindungi radikula.
Pada biji dikotil yang berkecambah, embrio menyerap nutrient dari endosperma (cadangan makanan) sehingga kotiledon mengecil pada akhirnya kisut dang lepas.

B.     Proses Perkecambahan
Proses Fisika, (a) Terjadi ketika biji menyerap air (imbibisi) akibat dari potensial air rendah pada biji yang kering.
Proses Kimia, (b) Air yang masuk mengaktifkan embrio untuk melepaskan hormone giberelin (GA). (c) Hormon GA mendorong aleuron (lapisan tipis bagian luar endosperma) untuk sintesis dan mengeluarkan enzim. (d) Enzim bekerja menghidrolisis cadangan makanan yang terdapat dalam kotiledon dan endosperma. Proses ini menghasilkan molekul kecil larut dalam air, missal enzim amylase menghidrolisis pati dalam endosperma menjadi gula. Selanjutnya gula dan zat lain diserap dari endosperma oleh kotiledon selama pertumbuhan embrio menjadi bibit tanaman.

C.     Macam Perkecambahan
Berdasarkan letak kotiledon pada saat perkecambahan, ada dua tipe perkecambahan, yaitu :
1.      Perkecambahan Epigeal
Ciri Perkecambahan ini : Terangkatnya kotiledon dan plamula ke permukaan tanah. Pemanjangan terjadi pada bagian hipokotil (ruas batang dibawah kotiledon). Perkecambahan ini umumnya terjadi pada biji tanaman Dicotyledoneae (kecuali kacang kapri), contoh : kacang hijau, kacang kedelai, kapas.
2.      Perkecambahan Hipogeal
Ciri Perkecambahan ini : Tertinggalnya kotiledon didalam tanah, sedang plamula tetap menembus tanah. Pemanjangan terjadi pada epikotil (ruas batang diatas kotiledon). Umumnya terjadi pada biji monocotyleddoneae, contoh : Jagung, padi. dan Dicotyledoneae yaitu hanya kacang kapri.

Pada akhir perkecambahan terbentuk akar, batang dan daun. Selanjutnya, tumbuhan mengalami pertumbuhan, yaitu :
1.      Pertumbuhan Primer
Pertumbuhan yang terjadi karena aktivitas meristem apical (terdapat pada ujung batang dan ujung akar), menyebabkan pemanjangan akar dan batang.
2.      Pertumbuhan Sekunder
Pertumbuhan sekunder terjadi akibat aktivitas pembelahan mitosisi pada jaringan meristem sekunder (lateral) sehingga mengakibatkan diameter batang dan akar bertambah besar. Meristem lateral terbagi atas : Kambium vaskuler (terletak diantara xylem dan floem menyebabkan pembelahan sel kearah dalam membentuk xylem dan kearah luar membentuk floem. dan Kambium gabus (jaringan pelindung yang menggantikan fungsi jaringan epidermis yang rusak/mati). Pertumbuhan sekunder terjadi pada tumbuhan dikotil.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN



3.1  Metodologi Penelitian
Pada penelitian kali ini penulis menggunakan metode eksperimen atau melakukan kerja lapangan.

3.2  Alat dan Bahan
    1. Beberapa butir biji kacang hijau
    2. Gelas aqua
    3. Kapas
    4. Air
    5. Penggaris

3.3  Cara kerja
1.      Rendam biji kacang hijau selama semalaman.
2.      Siapkan 2 buah wadah dan masukan kapas lau basahi kapas dengan air ke dalam gelas aqua.
3.      Masukan biji kacang hijau didalam kedua gelas aqua diatas kapas tadi sebanyak masing-masing 5 buah.
4.      Beri nama/tanda pada 2 buah gelas aqua (A dan B)
5.      Latakan gelas aqua A di tempat yang gelap sedangkan gelas aqua B di letakan di tempat yang terkena cahaya.
6.      Amati pertumbuhan biji kacang hijau setiap hari selama 7 hari.
7.      Catat hasil pengamatan

3.4  Tabel Pengamatan

Hari ke
Panjang Kacang Hijau
Rata-Rata
I
II
III
IV
V
1






2






3






4






5






6






7







3.5  Waktu dan Tempat
3.5.1.1  Waktu        : Senin, 20 Agustua 2012
3.5.1.2  Tempat       :Laboratorium Biologi SMA Yapemri



BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN PENELITIAN


        4.1 Hasil Penelitian

Tempat Terang
Hari ke
Panjang Kacang Hijau
Rata-Rata
I
II
III
IV
V
1
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2
0.80
0.80
0.80
0.80
0.80
0.80
3
2.70
2.65
2.60
2.70
2.65
2.66
4
7.20
7.30
7.00
7.30
7.30
7.22
5
12.20
10.94
9.50
12.00
11.35
11.19
6
13.30
14.50
12.20
14.20
15.20
13.92
7
14.50
18.00
14.50
16.30
17.40
16.14

Tempat Gelap
Hari ke
Panjang Kacang Hijau
Rata-Rata
I
II
III
IV
V
1
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
3
3.80
3.80
3.90
3.90
3.90
3.86
4
9.00
9.00
9.20
9.15
9.10
9.09
5
14.50
14.50
15.50
16.00
15.10
15.11
6
21.00
22.30
21.70
22.40
20.30
21.54
7
26.00
24.50
25.00
27.50
23.50
25.30

4.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan telah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan dan perkembangan di tempat yang terkena cahaya dan yang tidak terkena cahaya (gelap). Hal ini menunjukkan bahwa cahaya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kacang hijau.
Apabila ditanam di tempat gelap, maka tanaman kecambah akan tumbuh lebih panjang daripada normalnya. Peristiwa itu terjadi karena pengaruh fitohormon, terutama hormon auksin. Fungsi utama hormon auksin adalah sebagai pengatur pembesaran sel dan memacu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin ini sangat peka terhadap cahaya matahari. Bila terkena cahaya matahari, hormon ini akan terurai dan rusak. Pada keadaan yang gelap, hormon auksin ini tidak terurai sehingga akan terus memacu pemanjangan batang. Akibatnya, batang tanaman akan lebih panjang jika ditanam di tempat yang gelap, tetapi dengan kondisi fisik tanaman yang kurang sehat, akar yang banyak dan lebat, batang terlihat kurus tidak sehat, warna batang dan daun pucat serta kekurangan klorofil sehingga daun berwarna kuning. Peristiwa ini disebut etiolasi
Jika ditanam di tempat terang, maka kecambah akan tumbuh lebih pendek daripada yang ditanam di tempat gelap. Peristiwa itu juga terjadi karena pengaruh fitohormon, terutama hormon auksin. Seperti yang telah dijelaskan di atas, hormon auksin ini akan terurai dan rusak sehingga laju pertambahan tinggi tanaman tidak terlalu cepat. Akibatnya, batang tanaman akan lebih pendek, tetapi dengan kondisi fisik tanaman yang sehat, subur, batang terlihat gemuk, daun terlihat segar dan berwarna hijau serta memiliki cukup klorofil.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1  Kesimpulan

Dari hasil penelitian pengaruh faktor cahaya terhadap pertumbuhan dan perkembangan biji kacang hijau, dapat disimpulkan bahwa cahaya dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Proses pertumbuhan dan perkembangan  tumbuhan membutuhkan cahaya. Namun, banyak sedikitnya cahaya yang dibutuhkan tiap tumbuhan berbeda-beda, begitu pula dengan tumbuhan kacang hijau.
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap pertumbuhan dan perkecambahan biji kacang hijau, biji kacang hijau yang diletakan ditempat gelap dan terang akan mempunyai perbedaan. Biji kacang hijau yang terkena cahaya matahari secara langsung (terang) pertumbuhannya lebih lambat, daunnya lebar & tebal, berwarna hijau, batang tegak, kokoh. Sedangkan, biji kacang hijau yang tidak terkena cahaya matahari (gelap) pertumbuhannya lebih cepat tinggi (etiolasi) dan daunnya tipis, berwarna pucat, batang melengkung tidak kokoh. Hal ini terjadi karena cahaya memperlambat/menghambat kerja hormone auksin dalam pertumbuhan meninggi (primer). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang telah dibuat sebelumnya telah benar.

5.2  Saran

Sebaiknya, percobaan dilakukan dalam waktu yang lebih lama agar terlihat lebih jelas dan lebih detail dalam menyimpulkan perbedaan antara tumbuhan yang berada ditempat terang dan berada ditempat gelap. Juga peralatan yang lebih komplit dan modern, seperti bukan menggunakan mistar tetapi menggunakan auksanometer agar hasil lebih akurat.





Daftar Pustaka

Aryuli, Diah., Choirul Muslim, Syalfinaf Manaf, Endang Widi Winarni. 2007. Biologi 3 SMA dan MA untuk Kelas XII. Jakarta : Esis.

Syamsuri, Istamar dkk. 2004. Biologi untuk SMA kelas 3A. Malang : Erlangga