Senin, 26 Januari 2015

SOSIAL MASYARAKAT DESA DI MASYARAKAT (TUGAS 2)



Menurut Sutardjo Kartohadikusuma mengemukakan bahwa desa adalah kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
Menurut Bintarto, desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain.
Menurut Paul H. Landis, desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Ciri-Ciri Masyarakat Pedesaan
Ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut :
1.        Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya.
2.        Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (Gemeinschaft atau Paguyuban).
3.        Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan (part time) yang biasanya sebagai pengisi waktu luang
4.        Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat istiadat, dan sebagainya.
Ciri-ciri masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.        Homogenitas Sosial
Bahwa masyarakat desa pada umumnya terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja, sehingga pola hidup tingkah laku maupun kebudayaan sama/homogen. Oleh karena itu hidup di desa biasanya terasa tenteram aman dan tenang. Hal ini disebabkan oleh pola pikir, pola penyikap dan pola pandangan yang sama dari setiap warganya dalam menghadapi suatu masalah. Kebersamaan, kesederhanaan keserasian dan kemanunggalang selalu menjiwai setiap warga masyarakat desa tersebut.
2.        Hubungan Primer
Masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilakukan secara musyawarah. Mulai masalah-masalah umum sampai masalah pribadi. Anggota masyarakat satu dengan yang lain saling mengenal secara intim. Pada masyarakat desa masalah kebersamaan dan gotong royong sangat diutamakan.
3.        Kontrol Sosial yang Ketat
Di atas dikemukakan bahwa hubungan pada masyarakat pedesaan sangat intim dan diutamakan, sehingga setiap anggota masyarakatnya saling mengetahui masalah yang dihadapi anggota yang lain. Bahkan ikut mengurus terlalu jauh masalah dan kepentingan dari anggota masyarakat yang lain. Kekurangan dari salah satu anggota masyarakat, adalah merupakan kewajiban anggota yang lain untuk menyoroti dan membenahinya.
4.        Gotong Royong
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat pedesaan tumbuh dengan subur dan membudaya. Semua masalah kehidupan dilaksanakan secara gotong royong, baik dalam arti gotong royong murni maupun gotong royong timbal balik. Gotong royong murni dan sukarela misalnya : melayat, mendirikan rumah dan sebagainya. Sedangkan gotong royong timbal balik misalnya : mengerjakan sawah, nyumbang dalam hajat tertentu dan sebagainya.
5.        Ikatan Sosial
Setiap anggota masyaratkan desa diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secara ketat. Bagi anggota yang tidak memenuhi norma dan kaidah yang sudah disepakati, akan dihukum dan dikeluarkan dari ikatan sosial dengan cara mengucilkan/memencilkan. Oleh karena itu setiap anggota harus patuh dan taat melaksanakan aturan yang ditentukan. Lebih-lebih bagi anggota yang baru datang, ia akan diakui menjadi anggota masyarakat tersebut (ikatan sosial tersebut)
6.        Magis Religius
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat desa sangat mendalam. Bahkan setiap kegiatan kehidupan sehari-hari dijiwai bahkan diarahkan kepadanya. Sering kita jumpai orang Jawa mengadakan selamatan-selamatan untuk meminta rezeki, minta perlindungan, minta diampuni dan sebagainya.
7.        Pola Kehidupan
Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang agraris, baik pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Pada umumnya setiap anggota hanya mampu melaksanakan salah satu bidang kehidupan saja. Misalnya para petani, bahwa pertanian merupakan satu-satunya pekerjaan yang harus ia tekuni dengan baik. Bilamana bidang pertanian tersebut kegiatannya kosong, maka ia hanya menunggu sampai ada lagi kegiatan di bidang pertanian.

Disamping itu dalam mengolah pertanian semata-mata tetap/tidak ada perubahan atau kemajuan. Hal ini disebabkan pengetahuan dan keterampilan para petani yang masih kurang memadai. Oleh karena itu masyarakat desa sering dikatakan masyarakat yang statis dan menonton.
Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai dan harmonis sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian, dan keruwetan atau kekusutan pikir.
Maka tidak jarang orang kota melepaskan segala kelelahan dan kekusutan pikir tersebut pergilah mereka ke luar kota, karena merupakan tempat yang adem ayem, penuh ketenangan. Tetapi sebenarnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonies diistilahkan dengan masyarakat Gemeinschaft (Paguyuban).
Jadi Paguyuban masyarakat itulah yang menyebabkan orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem. Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan ini mengenal bermacam-macam gejala, khususnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial.

Perbedaan Masyarakat Pedesaan dengan Masyarakat Perkotaan
Masyarakat pedesaan kehidupannya berbeda dengan masyarakat perkotaan. Perbedaan-perbedaan ini berasal dari adanya perbedaan yang mendasar dari keadaan personalitas dan segi-segi kehidupan. Mengenal ciri-ciri masyarakat pedesaan akan lebih mudah dan lebih baik dengan membandingkannya dengan kehidupan masyarakat perkotaan. Untuk menjelaskan perbedaan atau ciri-ciri dari kedua masyarakat tersebut, dapat ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenitas, diferensiasi sosial, pelapisan sosial, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem nilainya.
1.        Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam
Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografinya di daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dan hukum-hukum alam, seperti dalam pola berpikir dan falsafah hidupnya. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota, yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
2.        Pekerjaan atau Mata Pencaharian
Pada umumnya atau kebanyakan mata pencaharian daerah pedesaan adalah bertani dan berdagang sebagai pekerjaan sekunder. Namun di masyarakat perkotaan, mata pencaharian cenderung menjadi terspesialisasi, dan spesialisasi itu sendiri dapat dikembangkan.
3.        Ukuran Komunitas
Dalam mata pencaharian di bidang pertanian, imbangan tanah dengan manusia cukup tinggi bila dibandingkan dengan industri; dan akibatnya daerah pedesaan mempunyai penduduk yang rendah per kilometer perseginya. Oleh karena itu, komunitas pedesaan lebih kecil daripada komunitas perkotaan.
4.        Kepadatan Penduduk
Penduduk desa kepadatannya lebih rendah bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk kota. Kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan klasifikasi dari kota itu sendiri.
5.        Homogenitas dan Heterogenitas
Homogenitas atau persamaan dalam ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku sering nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.
Di kota sebaliknya, penduduk heterogen terdiri dari orang-orang dengan macam-macam subkultur dan kesenangan, kebudayaan, dan mata pencaharian.
6.        Diferensiasi Sosial
Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yang tinggi di dalam diferensiasi sosial. Kenyataan ini bertentangan dengan bagian-bagian kehidupan di masyarakat pedesaan. Tingkat homogenitas alami ini cukup tinggi, dan relatif berdiri sendiri dengan derajat yang rendah daripada diferensiasi sosial.
7.        Pelapisan Sosial
Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam perwujudannya seperti “piramida sosial”, yaitu kelas-kelas yang tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada di antara kedua tingkat kelas ekterm dari masyarakat.
Ada beberapa perbedaan “pelapisan sosial tak resmi” ini antara masyarakat desa dan masyarakat kota yakni dalam aspek kehidupan pekerjaannya, kesenjangan antara kelas ekstremnya, serta ketentuan kasta dan contoh-contoh perilakunya.
8.        Mobilitas Sosial
Mobilitas sering terjadi di kota dibandingkan dengan di daerah pedesaan. Mobilitas teritorial (wilayah) di kota lebih sering ditemukan daripada di daerah pedesaan. Hal lain, mobilitas atau perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) lebih banyak ketimbang dari kota ke desa. Pergerakannya dapat terjadi secara bertahap, baik arahnya secara horizontal ataupun vertikal. Kebiasaan tersebut di desa kurang terlihat, dan di kota lebih memungkinkan dengan waktu yang relatif singkat.
9.        Interaksi Sosial
Tipe interaksi sosial di desa dan di kota perbedaannya sangat kontras, baik aspek kualitasnya maupun kuantitasnya, diantaranya:
a.         Masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya dan tingkat mobilitas sosialnya rendah, maka kontak pribadi per individu lebih sedikit.
b.         Penduduk kota lebih sering kontak, tetapi cenderung formal sepintas lalu, dan tidak bersifat pribadi (impersonal), tetapi melalui tugas atau kepentingan yang lain. Di desa kontak sosial terjadi lebih banyak dengan tatap muka, ramah-tamah (informal), dan pribadi.
10.    Pengawasan Sosial
Tekanan sosial oleh masyarakat di pedesaan lebih kuat karena kontaknya yang bersifat pribadi dan ramah-tamah (informal), dan keadaan masyarakatnya yang homogen. Di kota pengawasn sosial lebih bersifat formal, pribadi, kurang “terkena” aturan yang ditegakkan, dan peraturan lebih menyangkut masalah pelanggaran.
11.    Pola Kepemimpinan
Menentukan kepemimpinan di daerah pedesaan cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individu dibandingkan dengan kota. Keadaan ini disebabkan oleh lebih luasnya kontak tatap muka, dan individu lebih banyak saling mengetahui daripada di daerah kota.
12.    Standar Kehidupan
Di kota, dengan konsentrasi dan jumlah penduduk yang padat, tersedia dan ada kesanggupan dalam menyediakan kebutuhan tersebut, sedangkan di desa terkadang tidak demikian. Orientasi hidup dan pola berpikir masyarakat desa yang sederhana dan standar hidup demikian kurang mendapat perhatian.
13.    Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial (social solidarity) atau kepanduan dan kesatuan, pada masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan banyak ditentukan oleh masing-masing faktor yang berbeda.
14.    Nilai dan Sistem Nilai
Nilai dan sistem nilai di desa dengan di kota berbeda, dan dapat diamati dalam kebiasaan, cara, dan norma yang berlaku. Masyarakat pedesaan, misalnya mengenai nilai-nilai keluarga, dalam masalah pola bergaul dan mencari jodoh kepada keluarga masih berperan. Dalam hal ini, masyarakat kota bertentangan atau tidak sepenuhnya sama dengan sistem nilai di desa.


0 komentar:

Posting Komentar