Tidak di
pungkiri lagi bahwa Indonesia
adalah Negara yang memiliki berbagai macam suku dan kebudayaan dari sabang
sampai merauke bersatu menjadi bangsa Indonesia. Salah satu suku yang ada
di Indonesia
adalah suku jawa tengah yang banyak terdapat adat istiadat yang di lestarikan dari
leluhur suku jawa tengah dulu sampai sekarang. Salah satunya adalah upacara adat
untuk anak balita yang sudah mulai belajar untuk berjalan yaitu upacara turun
tanah atau tedak sinten.
Upacara turun
tanah (tedak sinten) merupakan budaya
warisan leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia sekitar tujuh atau
delapan bulan. Tedak siten dikenal juga sebagai upacara turun tanah.
‘Tedak’ berarti turun dan ‘siten’ berasal dari kata ‘siti’ yang berarti tanah.
Upacara tedak siten ini dilakukan sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar
si kecil tumbuh menjadi anak yang mandiri.
Tradisi ini
dijalankan saat anak berusia hitungan ke-tujuh bulan dari hari kelahirannya
dalam hitungan pasaran jawa. Perlu diketahui juga bahwa hitungan satu bulan
dalam pasaran jawa berjumlah 36 hari. Jadi bulan ke-tujuh kalender jawa bagi
kelahiran si bayi setara dengan 8 bulan kalender masehi.
Bagi para
leluhur, adat budaya ini dilaksanakan sebagai penghormatan kepada bumi tempat
si anak mulai belajar menginjakkan kakinya ke tanah dalam istilah jawa disebut tedak
siten. Selain itu juga diiringi
oleh doa-doa dari orangtua dan sesepuh sebagai pengharapan agar kelak si kecil
bisa sukses dalam menjalani kehidupannya.
Prosesi tedak
siten dimulai di pagi hari dengan serangkaian makanan tradisional untuk
selamatan. Makanan tradisional tersebut berupa ‘jadah’/’tetel’ tujuh warna.
Makanan ini terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan parutan kelapa muda
dan ditumbuk hingga bercampur menjadi satu dan bisa diiris. Beras ketan
tersebut diberi pewarna merah, putih, hitam, kuning, biru, jingga dan ungu.
Jadah ini menjadi simbol kehidupan bagi si kecil, sedangkan warna-warni yang
diaplikasikan menggambarkan jalan hidup yang harus dilalui si bayi kelak.
Penyusunan jadah ini dimulai dari warna hitam hingga ke putih, sebagai simbol
bahwa masalah yang berat nantinya ada jalan keluar / titik terang.
Makanan
tradisional lainnya yang disediakan untuk acara tedak siten ini berupa
tumpeng dan perlengkapannya serta ayam utuh. Tumpeng sebagai simbol permohanan
orang tua agar si bayi kelak menjadi anak yang berguna, sayur kacang panjang
sebagai simbol umur panjang, sayur kangkung sebagai simbol kesejahteraan,
kecambah sebagai simbol kesuburan, sedangkan ayam adalah simbol kemandirian.
Setelah acara
selamatan dengan mengumpulkan para undangan telah dibagikan, rangkaian acara tedak
siten dilanjutkan dengan prosesi menapakkan kaki si kecil diatas jadah 7
warna. Selanjutnya adalah prosesi naik tangga. Tangga tradisional yang dibuat
dari tebu jenis ‘arjuna’ dengan dihiasi kertas warna-warni ini melambangkan
harapan agar si bayi memiliki sifat kesatria si Arjuna (tokoh pewayangan yang
dikenal bertanggungjawab dan tangguh). Dalam bahasa Jawa ‘tebu’ merupakan
kependekan dari ‘antebing kalbu’ yang bermakna kemantaban hati.
Prosesi
selanjutnya adalah prosesi dimana si anak dimasukkan ke dalam kurungan ayam
yang telah dihias dengan kertas berwarna warni. Prosesi ini menyimbolkan bahwa
kelak si kecil akan dihadapkan pada berbagai macam jenis pekerjaan yang
bermacam-macam. Jika kurungan ayam besar prosesi selanjutnya bisa dilakukan di
dalam kurungan, tetapi seringkali agar anak merasa lebih leluasa, prosesi
selanjutnya dilakukan di luar kurungan. Si kecil dihadapkan dengan beberapa
barang untuk dipilih seperti cincin/uang, alat tulis, kapas, cermin, buku,
pensil dan lainnya kemudian dibiarkan mengambil salah satu dari barang
tersebut, barang yang dipilihnya merupakan gambaran hobi dan masa depannya
kelak.
Selanjutnya si
ibu menebarkan beras kuning (beras yang dicampur dengan parutan kunir) yang
telah dicampur dengan uang logam untuk di perebutkan oleh undangan anak-anak
dimaksudkan agar si kecil memiliki sifat dermawan.
Rangkaian
prosesi tedak siten diakhiri dengan memandikan si kecil ke dalam air
bunga setaman lalu dipakaikan baju baru. Prosesi pemakaian baju baru inipun
dengan menyediakan 7 baju yang pada akhirnya baju ke-7 yang akan dia pakai. Hal
ini menyimbolkan pengharapan agar si kecil selalu sehat, membawa nama harum
bagi keluarga, hidup layak, makmur dan berguna bagi lingkungannya.
Sumber : http://id.theasianparent.com/tedak-siten-ritual-turun-tanah/
0 komentar:
Posting Komentar